- / / : 081284826829

Komitmen bersama dalam penyelamatan pasokan listrik

Oleh Arda Dinata
Email:
arda.dinata@gmail.com
Pendiri Majelis Inspirasi Alquran & Realitas Alam (MIQRA)

PLN adalah Public Utilty yang berfungsi memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. PLN juga merupakan pemakai teknologi, dan menarik manfaat agar penerapan teknologi terjadi dalam prospek yang terencana. Kondisi ini, tentu mengharuskan pengelolaan yang cermat dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Konsep semacam inilah, kelihatannya yang perlu dibangun di dalam masyarakat berkait dengan usaha penyelamatan pasokan listrik.

Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa kita berada dalam kondisi keterbatasan listrik. Salah satu sumber menyebutkan bahwa, “Salah satu pelayanan publik yang bakal merosot adalah penyediaan listrik untuk rakyat dan dunia usaha. Rakyat dan dunia usaha bakal merasakan aglangan alias penggiliran pemadaman listrik. Penggiliran ini diperkirakan akan berlangsung tiga tahun mendatang (baca: tahun 2003-pen), kalau keadaan kelistrikan di Indonesia masih seperti sekarang.”

Kondisi demikian, membuat PLN harus bijaksana dalam menyikapi dua kemungkinan yang telah jelas ada di depan mata. Pilihannya, apakah kita mengorbankan masyarakat yang belum dapat listrik atau kita meningkatkan keandalan, yang jelas-jelas akan berakibat setiap keandalan selalu berkaitan dengan dana/biaya. Yang ujung-ujungnya beban itu akan dirasakan oleh konsumen pengguna listrik.

Berkait dengan yang terakhir, saat ini kita menyaksikan adanya jeritan masyarakat di tengah-tengah krisis ekonomi, mereka harus rela menerima kenaikan tarif dasar listrik. Dan banyak sekali polemik yang mendukung atau menentang adanya kebijakan ini.



PLN sendiri bersama dengan pemerintah di satu pihak, dihadapkan pada posisi yang amat tidak menguntungkan (baca: dengan kondisi defisit budget demikian besar). Maka salah satu cara yang paling mungkin adalah pengurangan subsidi. Sehingga pengurangan subsidi akan berdampak langsung pada tarif dasar listrik (TDL), besarnya yang disetujui DPR adalah sebesar 17,5 % dari besaran yang diusulkan 15 % – 20 %. Bagi PLN sendiri kenaikan ini sangat diperlukan guna memperbaiki struktur keuangannya. Dan kenyataannya, menunjukkan, jika hitung-hitungan keuangan PLN yang dipakai, secara obyektif, tarif listrik harus naik jika kita ingin tetap ada yang menyalurkan listrik (Gobel: 2001).

Pertanyaannya adalah siapa yang harus bertanggung jawab berkait dengan mahalnya listrik? Jawabnya adalah semua pihak. Dalam bahasa Gobel menyebutkan antara lain adalah kebijakan kelistrikan yang salah, krisis ekonomi, inefisiensi di PLN, serta ketidaksediaan masyarakat untuk efisiensi dalam penggunaan listrik.

Masalah Efisiensi

Dalam sebuah kebersamaan akan tercipta suatu keharmonisan bergerak, melangkah, membangun dan menikmati sebuah perahu kehidupan. Demikian pula halnya problematika yang dihadapi PLN (produsen listrik) dan publik sebagai konsumen listrik. Kedua kutub kepentingan ini, hendaknya ada sebuah jalinan yang harus dibangun, yaitu komitmen kebersamaan dalam penyelamatan pasokan listrik.

Kita semua sadar, memahami kenaikan listrik, memang rumit. Terlalu banyak asumsi dan variabel-variabel yang harus digali/diperhitungkan dalam menentukan besarnya. Tetapi, setidaknya dalam pandangan Gobel, ada tiga hal pokok yang mendasari mengapa tarif listrik harus naik. Pertama, ketidak mampuan pemerintah dalam memberi subsidi. Kedua, kinerja PLN yang merisaukan akibat membengkaknya beban operasi. Dan ketiga, adalah urgensi mengenai perlunya perubahan paradigma dalam kebijakan kelistrikan jangka panjang, terutama mengenai masalah efisiensi.

Wujud Komitmen Bersama

Untuk mencapai perubahan paradigma dalam kebijakan kelistrikan jangka panjang ini (baca: masalah efisiensi), hemat penulis ada beberapa hal yang harus terlebih dahulu dibangun di antara kedua belah pihak yang ingin “dipersatukan” komitmennya tersebut. Yakni antara publik (masyarakat) dan produsen listrik.

Adapun wujud komitmen bersama yang perlu dibangun tersebut, meliputi antara lain: Pertama, berpikir realistis. Berpikir merupakan awal dari tindakan seseorang dalam berperilaku. Sehingga keberadaan berpikir ini menjadi salah satu kunci keberhasilan suatu tatanan kehidupan manusia.

Dalam hal ini, antara publik dan produsen listrik harus sama-sama memahami kedua belah pihak atas kondisi riil apa yang terjadi dalam lingkungannya. Sehingga realitas berpikir kedua belah pihak ini harus benar-benar saling sharing (berbagi) tentang kondisi masing-masing. Hasilnya, dengan kualitas berpikir realistis dari masing-masing pihak, maka akan meringankan tindakan hidupnya.

Kedua, kedewasaan bertindak. Dengan bermodalkan berpikir realistis, maka diharapkan akan tercipta/terlahir sebuah kedewasaan dalam bertindak. Secara parsial, ada sebagian pemikir yang mencoba mendefinisikan kedewasaan secara gamblang dan fulgar. Bahwasannya, kedewasaan dengan dasar kata dewasa, berarti suatu keadaan di mana seorang manusia telah mampu membedakan kebenaran dan kesalahan, mampu mengakui kesalahan, ikhlas dikritik, serta rela memberi maaf.

Pada dasar itulah, hendaknya kedewasaan bertindak dari publik maupun produsen listrik dijalankan. Untuk itu, dalam menyelami makna kedewasaan, yang kemudian berusaha diimplementasikan dalam “riak” kehidupan, setidaknya ada tiga unsur pembentuk kedewasaan dalam bertindak yang harus kita pahami (Duhara; 2000). Pertama, kebebasan. Maksudnya, bahwa seseorang yang dewasa, “bebas” dalam melakukan segala tindakan, bebas dalam menentukan sikap.

Kedua, kesederhanaan. Dengan kesederhanaan, seseorang diharapkan mampu bersikap tidak berlebihan, dan seadanya. Seseorang yang menganut paham kesederhanaan sebagai unsur kedewasaan bertindak, terlihat dari respon orang lain kepadanya.

Ketiga, adanya tanggung jawab, sebagai konsekuensi dari kebebasan dan kesederhanaan bersikap. Bertanggung jawab di sini artinya mampu menjawab tantangan, menerima apa adanya, berani menanggung resiko, serta tidak mengabaikan hak-hak orang lain yang terkait dengannya.

Ketiga, belajar mencintai perbedaan. Dalam hidup ini selalu ada perbedaan satu dengan yang lain. Ia adalah sunatullah. Kondisi demikianlah yang menjadikan kehidupan itu menjadi dinamis. Walau demikian, adanya perbedaan itu hendaknya tidak harus disikapi dengan permusuhan dan kekerasan. Tapi, hendaknya dapat kita satukan dan sikapi secara bijaksana.

Demikian pula, hendaknya yang harus dikedepankan oleh publik maupun produsen listrik dalam membangun sebuah kesadaran bersama berupa perubahan paradigma kelistrikan ini. Sehingga patut kita catat, apa yang ditulis Pramono, yang mengutip pendapat dari Beredict Anderson (1991), bahwa persatuan yang kokoh dari suatu masyarakat maya majemuk, imagined community, perlu dibangun atas dasar comradeship, atau ikatan persaudaraan mendalam. Ikatan ini lebih bersifat batin daripada fisik. Dalam bahasa lain, mungkin kita harus mau belajar mencintai perbedaan.

Keempat, membangun kebersamaan. Tindakan seperti ini merupakan hal penting lainnya yang perlu dibangun bersama antara publik dan produsen listrik dalam menyongsong agenda perubahan paradigma dalam kebijakan kelistrikan di masa depan.

Dalam hal ini, menurut Mahfudz Siddiq (2000), sebuah sistem dibutuhkan eksistensinya oleh sekelompok orang yang memiliki ikatan bersama. Itulah sebabnya sebuah kerumunan (crowd) tidak membutuhkan sistem dan bekerja secara acak. Dan hemat penulis, kebersamaan ini harus dapat terjalin mesra dalam aktivitas sistem yang diciptakan nanti. Sehingga, kehawatiran yang diungkap Susanto (2001), bahwa jika “dunia aku” selalu melampaui “dunia bersama” orang-orang di tengah kehidupan sehari-hari akan cuma saling menyalahkan, dan segala sesuatu hanyalah serba salah belaka, tidak akan terjadi pada hubungan antara publik dan produsen listrik.

Berdasarkan pada keempat komitmen bersama tersebut, maka penulis mempunyai keyakinan bahwa proses perubahan paradigma dalam kebijakan kelistrikan jangka panjang, terutama mengenai masalah efisiensi akan berjalan dengan baik. Jika dibandingkan dengan seandainya kita mengabaikan dari keempat komitmen bersama tersebut. Wallahu’alam.***

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,
http://www.miqra.blogspot.com.
WWW.ARDADINATA.COM