- / / : 081284826829

Eksplorasi Kelautan: Pilar Keimanan dan Ketahanan Bangsa

Oleh ARDA DINATA
email: arda.dinata@gmail.com

DIBENTUKNYA Departemen Kelautan dan Perikanan dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, didasarkan bahwa dua pertiga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah lautan. Namun selama ini, kita cenderung mengabaikan eksplorasi sumber daya yang tersimpan di dalamnya dan bahkan seringkali kekayaan laut itu dicuri oleh bangsa-bangsa lain, karena keterbatasan dalam sistem pengamanannya. Padahal kondisi kekayaan laut di Indonesia masih sangat besar. Karena selama ini hanya sumber daya darat “semata” yang lebih dominan digarap oleh masyarakat.

Seiring dengan kondisi kian “menipisnya” kekayaan di darat, maka masyarakat Indonesia sudah semestinya melirik kegiatan pengeksplorasian sumber daya laut. Apalagi sumber daya laut tidak hanya ikan, mutiara, dan rumput laut, tetapi juga berupa harta karun dari kapal yang karam.


Untuk itu dalam rangka menyambut “Pencanangan Tahun 2001 sebagai Tahun Industri Bahari oleh Presiden Gus Dur, ” yang menurut rencana akan dilaksanakan pada Ekspo Industri Bahari pada tanggal 21 Februari 2001 di World Trade Center Surabaya, maka penulis mencoba urun rembuk melalui tulisan tentang seputar dunia eksplorasi kelautan. Dari tulisan singkat ini diharapkan kita menjadi termotivasi untuk menjadi greget akan pentingnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di bidang kelautan/kebaharian; membangkitkan semangat cinta bahari; serta ujung-ujungnya akan berfungsi meningkatkan keimanan dan ketahanan bangsa Indonesia.

Motivasi Eksplorasi Laut

Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landasan Kontinen Indonesia, pasal 1 (c) disebutkan eksplorasi dan eksploitasi adalah usaha-usaha pemanfaatan kekayaan alam di landasan kontinen sesuai dengan istilah yang digunakan dalam perundangan yang berlaku di bidang masing-masing.

Sementara itu, WJS. Poerwadarminta (1982), mengartikan eksplorasi sebagai: penyelidikan; penjajagan; penjelajahan bagian-bagian dunia (benua, negara, wilayah) dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang keadaan atau sumber-sumber yang terdapat itu (baca: sumber di dalam wilayah kelautan–Penulis).

Dari keduanya, bila kita kaitkan dengan situasi sosial masyarakat Indonesia yang terpuruk saat ini, maka setidaknya ada dua alasan yang mendasari mengapa kita harus melakukan eksplorasi kelautan. Pertama, segi aqidah. Yakni melalui kegiatan kelautan ini, kita dapat memetik hikmah berupa bukti nyata kebesaran dan kekuasaan Allah atas segala kehidupan di alam ini, agar kita selalu bersyukur. Hal ini dapat kita rasakan saat kita berada di tengah-tengah samudra/laut yang luas itu.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: “Allah yang menjadikan lautan untuk kamu, guna melayarkan kapal di atasnya dengan perintah-Nya, dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu pandai berterima kasih.” (QS. Al-Jatsiyah: 12).

Kedua, segi ekonomi. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan, kita dapat menggarap dan menggali berbagai sumber daya yang dapat dinikmati oleh mereka yang mampu memanfaatkannya secara baik dan bijaksana. Untuk itu kita mendapat tuntutan agar menjadi umat yang pandai untuk selalu bereksplorasi terhadap seisi alam yang telah diberikan-Nya.

Dalam hal ini, kita telah diingatkan Allah dalam Q.S An-Nahl: 14, yaitu: “Dan Dialah (Allah) yang melapangkan lautan, agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang lembut dan kamu dapat mengeluarkan dari padanya perhiasan yang bisa kamu pakai. Engkau lihat kapal-kapal berjalan padanya supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu berterima kasih.”

Fungsi Bahari

Bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, seharusnya bangsa ini menjadi bangsa yang maju dalam bidang kebahrian. Pasalnya, jauh-jauh hari umat Islam telah diajarkan melalui tuntunan Al-Qur’an berkaitan dengan masalah kebaharian.

Dalam Al-Qur’an, kalau kita teliti dan pelajari ternyata telah banyak berbicara masalah bahari. Terdapat kurang lebih 40 ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah kebaharian. Fakta ini menunjukkan porsi yang begitu besar dorongan Allah agar manusia mengambil manfaat yang besar, tentunya dalam konteks untuk memperkuat iman dan menggali sumber daya yang ada di dalamnya.

Kalau kita baca buku “Relevansi Islam dengan Sains Teknologi,” oleh Dr.H.Hamzah Ya’qub (1985), kita mendapatkan secara tersirat dari fungsi bahari itu. Setidaknya penulis mencatat fungsi itu seperti berikut: Pertama, sebagai kegiatan ekonomi (baca: QS. Al-Jatsiyah: 12 dan An-Nahl: 14) dan tempat berlayar yang memungkinkan manusia dapat mencapai suatu daerah dengan mudah dan juga mempercepat perjalanannya. Fakta di lapangan juga memperlihatkan ada banyak daerah yang susah dicapai dengan transportasi darat, tetapi justru dapat dengan mudah dijangkau melalui transportasi laut. Dalam Al-Qur’an Surat Yunus: 22, terungkap isyarat kemudahan transportasi laut ini. Yakni, “Dialah yang memudahkan kamu berjalan di darat dan di laut.”

Kedua, sebagai kegiatan perikanan. Sektor bahari selain sebagai lalu lintas pelayaran, juga mempunyai fungsi dan peranan yang utama dalam bidang perikanan. Allah telah mengisyaratkan dalam QS. Al-Maidah: 96 berkait dengan kekayaan ikan ini. “Dibolehkan kepadamu buruan lautan dan makanan lautan (ikan-ikan) sebagai kesenangan bagimu.”

Ketiga, pengolahan mutiara. Di dalam lautan juga dapat ditemukan barang-barang bernilai tinggi (sebagai perhiasan). “Dan dari laut Kami keluarkan perhiasan yang kamu pakai.”(QS. Al-Fathir: 12).

Keempat, sektor pertahanan negara. Dalam segi pertahanan dan keamanan negara, bidang bahari merupakan salah satu faktor dan unsur mutlak, disamping tentu adanya pertahanan darat dan udara. “Persiapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) apa-apa yang kamu sanggupi dari perbagai kekuatan.” (QS. Al-Anfal: 60).

Kelima, pusat produksi garam. Kita tahu zat garam merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui air laut yang asin itu mengandung 34,37 % zat garam. Dalam Al-Qur’an dinyatakan: “Dan Dialah (Allah) yang membatasi dua lautan. Ini tawar dan yang lain asin. Tuhan mengadakan antara keduanya dinding dan batas yang tertutup.” (QS. Al-Furqan: 53). Untuk itu sangat ironis kondisi bangsa Indonesia yang memiliki dua pertiga wilayahnya berupa lautan, tetapi nyatanya kita masih mengimpor garam dari negara lain?

Keenam, pusat studi dan penelitian (Research). Di antara banyaknya sumber daya laut dan problematikanya, sebagian rahasianya telah kita ketahui dan sebagian lainnya belum terungkap. Sehingga dalam pelataran pemikiran ini, kita dituntut untuk melakukan research kelautan. Hal ini diisyaratkan dalam QS. Ath-Thuur: 6, “Perhatikan lautan yang penuh gelombang.” Inilah tugas-tugas setiap anak bangsa untuk mengungkap kekayaan sumber daya laut melalui peningkatan IPTEK kelautan.

Fakta Bahari Indonesia

Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan, Sarwono Kusumaatmadja, mengatakan Indonesia yang terletak di daerah ekutorial dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2, lebih besar dibanding dengan luas daratan seluas 1,9 juta km2 atau 75% dari seluruh wilayah Indonesia, memiliki ekosistem perairan tawar yang cukup luas terdiri dari 5,886 sungai, 186 danau dan waduk serta sekitar 33 juta hektar rawa (Bandung Pos, 7/6/2000).

Apabila sumber daya hayati itu, diartikan sebagai keanekaragaman kehidupan pada tingkat gen, spesies, ekosistem dan proses-proses eko biologis, maka Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar kedua setelah Brazil. Sementara itu menurut IUCN, bahkan dalam hal keanekaragaman hayati laut, Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar di dunia. Hal ini bisa dipahami, pasalnya negara Indonesia memiliki seluruh ekosistem bahari tropis yang terlengkap di dunia. Mulai dari hutan mengrove, padang lamun, rumput laut sampai terumbu karang.

Berkait dengan kondisi keanekaragaman hayati ini, dicontohkan Laksmi Sri Sundari (2000), di pantai berpasir misalnya, begitu nyemplung akan terlihat benda-benda gelap di dasar air, yaitu berupa berbagai jenis rumput laut. Selain rumput laut ada pula berbagai jenis kerang yang banyak terdapat di pinggiran. Fauna lain yang tampak merayap-rayap di pesisir antara lain aneka jenis keong, udang dan berbagai jenis kepiting. Makhluk lain seperti cacing, algae berkapur, mollusca dan coelenterata kadang bergerombol membentuk terumbu karang di perairan tropik yang jernih dan dangkal.

Data lain mengungkapkan bahwa jumlah spesies hewan karang keras (batu) atau hard coral yang hidup di perairan laut Indonesia adalah sekitar 350 spesies. Sementara itu, karang lunak (soft coral) berjumlah 210 spesies, dan gorgonians sekitar 350 spesies. Sementara itu, kalangan ahli Belanda (Blecker; 1859) mengemukakan, jumlah spesies ikan laut di Indonesia lebih dari 2000 spesies atau 37 persen dari jumlah spesies ikan laut dunia.

Modal Dasar

Menyimak fakta tentang keanekaragaman hayati laut Indonesia di atas, tentunya kita sebagai rakyat Indonesia patut merasa bangga. Dan kondisi hayati ini merupakan modal dasar yang perlu dipahami dan dijaga oleh seluruh rakyat dari tangan-tangan “kotor” bangsa lain.

Untuk itu sudah semestinya bangsa ini menyiapkan tenaga-tenaga profesional yang mampu melakukan eksplorasi kelautan secara arif dan bijaksana untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Yakni dengan melakukan pemberdayaan dan peningkatan IPTEK kelautan, terutama terhadap sumber daya manusia potensial yang selalu “bergulat” dengan dunia kelautan.

Untuk terselenggaranya “pencetakan” tenaga muda profesional bidang kelautan ini, mau tidak mau kalau ingin terwujudnya eksplorasi kelautan yang mampu menopang kelangsungan kehidupan bangsa, maka pemerintah harus mengembangkan pusat-pusat pendidikan dan studi penelitian tentang kebaharian di tanah air. Dalam arti lain, kita perlu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) kelautan Indonesia, terutama yang tinggal di sekitar pesisir dan pantai, karena pada umumnya mereka ini tergolong masyarakat tradisional.

Kondisi SDM di bidang perikanan ini umumnya masih kurang. Sebagai buktinya adalah berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1990, menunjukkan tenaga perikanan 79,05% tidak tamat SD. Sebaliknya 17,59% tamat SD, 1,9% tamat SLTP, dan 1,37% tamat SLTA. Sedangkan mereka yang sempat mengecap pendidikan Perguruan Tinggi (baik D3 maupun sarjana) hanya 0,03%.

Kondisi itu, tentu saja tertinggal dibandingkan tingkat pendidikan dari tenaga kerja secara keseluruhan, yaitu: tidak tamat SD (44,7%), tamat SD (31,5%), tamat SLTP (9,2%), tamat SLTA (12,2%) dan D3 serta sarjana (2,4%).

Mencermati hal itu, Let Kol Laut Darwanto, dalam suatu kesempatan di Bandung, mengungkapkan peran masyarakat pesisir untuk membangun kelautan tak bisa banyak diharapkan. Untuk itu, kita harus mendorong masyarakat berpendidikan tinggi dan menengah menjadi pelopor perkembangan pembangunan kelautan.

Terpenuhinya modal dasar (kekayaan hayati dan SDM kelautan) yang cukup memadai ini, akan berkorelasi positif terhadap terwujudnya cita-cita pembangunan kelautan yang selama ini diimpikannya.

Dampak Eksplorasi Laut

Aktivitas eksplorasi laut ini, akan berdampak terhadap kehidupan manusia dan bangsa yang melakukan kegiatan tersebut. Ada dua efek positif yang paling mendasar, yang kalau ini dipahami benar-benar, maka ia akan merupakan sebuah “oase” yang di dalamnya akan membangkitkan semangat hidup bagi manusia Indonesia.

Pertama, sebagai pilar keimanan seseorang. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan ini, bagi seorang Muslim akan menjadi ajang dalam membangun pilar (tiang penguat) keimanannya terhadap Sang pencipta (Baca: QS. Asy-Syura: 32-34).

Dengan kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia. Menurut M. Ridwan IR Lubis (1985), ada tiga pengaruh iman dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) Kekuatan berpikir (quwatul idraak), (2) Kekuatan fisik (quwatul jismi), dan (3) Kekuatan ruh (quwatur ruuh). Sedangkan M. Yunan Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda, menanamkan semangat berani menghadapi maut, menanamkan self help dalam kehidupan, membentuk ketentraman jiwa, dan membentuk kehidupan yang baik.

Kedua, meningkatkan ketahanan bangsa. Dengan melakukan kegiatan eksplorasi kelautan, maka kita akan mengetahui dan memahami potensi sumber daya hayati yang terkandung di dalamnya. Itu semua merupakan kekayaan bangsa yang dapat dimanfaatkan, dipertahankan dan dijaga dari tangan-tangan “jahat” bangsa lain.

Berkait dengan yurisdiksi (hal yang sangat erat hubungannya dengan konsepsi tentang kemerdekaan dan wilayah) Indonesia sebagai negara nusantara ini, Dr.M. Dimyati Hartono S.H. (1983) membagi empat aspek yurisdiksi yang menyangkut fungsi vital laut ini.

(1) Fungsi vital laut sebagai faktor integritas teritorial. Fakta sejarah membuktikan bahwa sejak jaman prakemerdekaan, laut merupakan wilayah RI sangat lekat terhadap fluktuasi kehidupan bangsa. Misalnya harumnya Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit merupakan akibat ketepatan pengamatan mereka terhadap peranan laut sebagai faktor intergritas wilayah. Sementara itu berhasilnya Belanda dan Jepang menjajah di Indonesia itu, didasarkan karena kemampuan dan ketepatan Belanda dan Jepang mengamati kondisi geografis Indonesia.

(2) Fungsi vital laut untuk pelayaran. Telah sejak zaman “time immemorial” perairan Indonesia menjadi “water ways” yang penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan sejarah membuktikan bahwa perhubungan melalui laut telah menjadi “historial constant.”

(3) Fungsi vital laut sebagai matra wilayah yang mengandung deposit sumber alam. Permasalahan sumber daya alam tentu tidak bisa dilepaskan dengan masalah penduduk. Karena sumber alam itu baru bisa dikatakan bermanfaat setelah dirasakan/digunakan oleh manusia. Sehingga nampak jelas bahwa laut yang memiliki sumber hayati dan aneka sumber alam lainnya sangat diperlukan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

(4) Fungsi vital laut untuk pertahanan keamanan. Persoalan laut sebagai faktor pertahanan keamanan, sekiranya perlu diamati terhadap dua hal, yaitu laut itu sendiri sebagai ruang samudra (ocean space) dan alat yang dipergunakan (kapal-kapal).

Penutup

Bangsa Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, maka sudah seharusnya menjadi bangsa yang menonjol dalam industri maritim. Karena merekalah (Islam) yang paling banyak memperoleh sugesti kelautan dari ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an. Sebaliknya para kaum bahariwan itu menjadi kuat imannya, karena merekalah yang sering menyaksikan kebesaran dan kekuasaan Allah di lautan. Untuk itu, seharusnya mereka tergolong makhluk yang paling pandai bersyukur.

Yang terakhir, melalui eksplorasi kelautan ini akan mendukung terwujudnya konsep eksistensi satu kesatuan nusantara dan mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Waallahu A’lam bishshawab.***

Arda Dinata, pemerhati masalah lingkungan-sosial dan dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) KUTAMAYA, Bandung.

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,
http://www.miqra.blogspot.com.
WWW.ARDADINATA.COM